T
|
ak ada hari yang spesial bagi Rara. Pagi itu ia masih
bermalas-malasan di kamarnya. Yang ia ingat, esok adalah hari ulang tahunnya.
Hari dimana ia dilahirkan di dunia, 16 tahun yang lalu.
Pukul 7.
Tiba-tiba saja ponsel Rara bergetar. Sebuah pesan singkat.
Ra, lu
lagi di rumah nggak? Cepet ke sekolah. Ada rapat mendadak!
Sender : Tania
Rara segera
menekan tombol reply.
Serius
Tan! Gue nggak tau. Kenapa baru sms sekarang? :O
Send.
Ponselnya
bergetar kembali.
Pokoknya
lu cepet kesini. Penting!
Dengan malas
Rara mengambil handuknya. Secepat kilat ia mandi dan mengganti pakaiannya.
“Bu, Rara pergi
ke sekolah dulu. Ada rapat mendadak. Assalamu’alaikum...” Rara meminta izin
seraya mencium tangan ibunya.
“Walaikumsalam...kalau
udah selesai langsung pulang, jangan main!”
“Iya bu...”
Seru Rara.
Dengan sigap
Rara menuju sekolah dengan menaiki angkutan umum.
Nuansa pada
pagi itu terasa teduh, diiringi oleh rintik hujan yang nampaknya masih setia
menemani awan putih. Beberapa hari belakangan ini memang musim penghujan,
siklus iklim pada bulan itu. Namun, akibat banyaknya frekuensi hujan akan
berdampak pada daerah dataran rendah, begitu pun daerah sekitar rumah Rara,
maka terjadilah bencana banjir. Banjir! Kemudian macet!
Macet,
tampaknya sering dialami oleh Rara. Ia dan teman-temannya sering berjalan kaki,
berebut angkutan umum, atau pun sekedar meminta tumpangan pada pengguna jalan
lain pabila terjadi kemacetan. Tak ada pilihan lain, akibat jarak rumah mereka
menuju sekolah yang terlampau jauh. ‘Bukankah pendidikan itu memang perlu
perjuangan?’ Pikirnya.
Pernah suatu
ketika, Rara terlambat masuk sekolah karena macet. Ia tiba di sekolah pukul 8,
padahal bel masuk pukul 7. Waktu tempuh menjadi satu jam lebih lama. Belum lagi
rute mobil yang kesana-kemari. Dampak positifnya, ia menjadi lebih tahu
jalan alternatif yang dilewati oleh angkutan umum apabila dalam situasi
tersebut.
Dengan usaha
keras, Pukul 10, Rara tiba di sekolah. Setelah angkutan umum yang dinaikinya
berpetualang melewati jalanan rusak dan berlumpur.
Suasana di
sekolah itu cukup ramai. Banyak kakak kelas dan teman se-angkatannya yang
mengerjakan tugas kelompok pada hari libur. ‘Ya, beginilah tugas seorang
siswa’ Pikirnya. Ia segera mondar-mandir
mencari keberadaan Tania dan teman yang lainnya.
Lu
dimana? Cepet masuk ke kelas 12 IPS 2. Rapat udah dimulai!
Sender : Tania
Rara
menghiraukan pesan singkat itu. Ia memandang kelas yang hanya beberapa meter
dari langkah kakinya. Tak ada siapapun. Bahkan, tak terlihat tanda-tanda adanya
suatu rapat. Aneh. Ia mulai merasa curiga. Ia merasa seperti ‘dikerjai’.
Bukannya Rara
tak senang apabila ada rapat. Hanya saja, tidak dalam kondisi seperti ini.
Perjuangan 45-nya untuk mencapai sekolah, berpanas-panasan dalam kemacetan,
kepalanya yang sakit akibat membentur atap mobil ketika melewati jalanan yang
terjal, serta beberapa kali lipat uang yang harus dikeluarkan untuk membayar
jasa angkutan umum. Apalagi hari itu libur sekolah dan ia memang tak memakai
seragamnya, tambahlah pula pundi-pundi uang supir angkutan umum itu.
Lima belas
menit berlalu. Dengan sabar Rara menunggu di depan ruang kelas itu. Tak ada
siapapun. Makin aneh. Ia curiga. Ia seperti ‘dikerjai’.
Sebelumnya, ia
melihat Rafi dengan gaya mengendap-ngendap seperti ‘bersembunyi’ dari
seseorang. Badannya cukup besar, sehingga dengan mudah terlihat oleh siapa pun
yang melihatnya. ‘Mungkin Rafi sedang bermain petak umpet’ Pikirnya
kemudian.
Dua puluh menit
berlalu. Rara mulai merasa kesal. Feeling-nya makin kuat. Tak heran bila
ia menaruh rasa curiga. Ia seperti ‘dikerjai’.
Di koridor
sekolah, ia melihat Vina –temannya– sedang mengerjakan tugas.
“Vina, lu lihat
orang-orang ngumpul di sekitar kelas 12 IPS 2 nggak?” Tanyanya.
“Kayaknya nggak
deh, soalnya dari tadi gue udah disini” Jawab Vina.
“Ya udah. Thanks
ya...” Rara pergi meninggalkan Vina. Kembali ke depan kelas itu.
Rasanya Rara
ingin pulang saat itu juga. Namun, ponselnya kembali bergetar.
Ra, lu
cepet masuk ke ruangan! Sekarang!
Sender : Tania
Sudah terlalu
Aneh. Rara sangat curiga. Ia telah ‘dikerjai’.
Dengan ragu
Rara mengintip pintu kelas itu, ada beberapa sinar cahaya dari lilin.
Rara masuk ke
kelas itu. Tak ada siapa pun, di ruangan itu hanya ada sebuah kue tiramizu
kecil yang di kelilingi oleh beberapa lilin tepat berada di tengah sebuah meja.
Suasana yang sunyi, menambah kesan romantis. Di detik itu, ia merasa seperti
berada dalam sebuah sinetron dimana dirinya sendiri sebagai pemeran utama.
Syahdu. Sangat romantis.
Rara tersadar
dari khayalnya. ‘Ada ritual apa ini?’ Deg! Jantung Rara seperti terantuk
batu.
“Happy birthday
to you! Happy birthday to you! Happy birthday, happy birthday, happy birthday
to you! Selamat ulang tahun Rara!”
Teriak Tania dan teman yang lainnya, termasuk Rafi.
Suasana kelas
menjadi gaduh seketika.
“Selamat ulang
tahun Rara” Ucap Tania.
“..........”
Rara terdiam dan nampak kebingungan.
“Selamat ulang
tahun Ra, semoga panjang umur dan se....”
“STOP! Sorry,
tapi hari ini gue nggak ulang tahun, tapi besok” Rara tersenyum menahan
tawanya. Sedangkan yang lainnya seakan menunduk malu.
“Tapi thanks
ya buat semuanya. Lain kali kalo mau ngasih surprise, cari info yang
bener” Mereka semua tertawa.
Spechlees. Sangat membingungkan. Hal kecil yang telah terlewatkan. Sungguh
kejadian yang aneh dan tak akan terlupakan bagi Rara.
No comments:
Post a Comment