LAPORAN
HASIL STUDI WISATA YOGYAKARTA
Makalah
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti Ujian
Sekolah dan Ujian Nasional
Tahun Pelajaran 2013/2014
Disusun oleh:
Nama : Nur Rizky Putri
Yuliyana
NIS : 1112 10322
Kelas : 12 IPA-3
PEMERINTAH
KABUPATEN TANGERANG
DINAS
PENDIDIKAN
SEKOLAH
MENENGAH ATAS NEGERI 1 KABUPATEN TANGERANG
Jalan
Raya Serang Km 23,5 Tangerang
2014
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala kebesaran dan
limpahan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini.
Makalah ini berjudul Laporan
Hasil Studi Wisata Yogyakarta.
Penyusunan
makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu
syarat dalam mengikuti ujian sekolah dan ujian nasional tahun pelajaran
2013/2014.
Pembahasan
makalah ini berisi tentang sejarah,
lokasi, deskripsi makna bangunan mengenai objek wisata Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, dan Gua Jatijajar.
Dalam
penyusunan makalah ini penulis mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1)
Bapak Drs. H. Eeng Suherman selaku kepala SMA
Negeri 1 Kabupaten Tangerang;
2)
Bapak Drs. Elly Budhaya selaku pembimbing
makalah;
3)
Bapak Iwan Suwandi, S.Pd selaku wali kelas 12
IPA-3;
4)
Bapak dan Ibu selaku kedua orang tua yang telah
memberikan banyak dukungan baik moral maupun material;
5)
Teman-teman SMA Negeri 1 Kabupaten Tangerang
angkatan 47, kelas 12 IPA-3, serta saudari Bilqis Qonita Oktaviana dan Eva
Juliana yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna baik materi maupun
teknik penulisannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca guna menambah wawasan tentang
kebudayaan bangsa Indonesia.
Balaraja, Januari 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR
ISI..........................................................................................................................ii
DAFTAR
GAMBAR.............................................................................................................iii
BAB
I
PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1
Latar
Belakang
Masalah.....................................................................................1
1.2
Tujuan.................................................................................................................2
1.3
Pembatasan
Masalah...........................................................................................2
1.4
Teknik
Pengumpulan
Data..................................................................................2
1.5
Sistematika
Penulisan.........................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN.......................................................................................................4
2.1
Objek
Wisata Candi Borobudur..........................................................................4
2.1.1 Sejarah Candi
Borobudur.......................................................................... 4
2.1.2 Lokasi Candi
Borobudur........................................................................... 7
2.1.3 Deskripsi Bangunan Candi Borobudur......................................................7
2.2
Objek
Wisata Keraton
Yogyakarta.....................................................................9
2.2.1 Sejarah Keraton
Yogyakarta......................................................................9
2.2.2 Lokasi Keraton
Yogyakarta.......................................................................10
2.2.3 Deskripsi Bangunan Keraton
Yogyakarta.................................................10
2.3 Objek Wisata Gua Jatijajar.................................................................................12
2.3.1 Sejarah Gua
Jatijajar..................................................................................12
2.3.2 Lokasi Gua
Jatijajar...................................................................................14
2.3.3 Deskripsi Bangunan Gua
Jatijajar............................................................. 14
BAB III
PENUTUP............................................................................................................... 17
3.1
Simpulan............................................................................................................17
3.2
Saran-saran..........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Candi
Borobudur.............................................................................................................4
2.
Patung
Candi
Borobudur................................................................................................ 5
3.
Bentuk
Bangunan Candi
Borobudur............................................................................... 9
4.
Keraton
Yogyakarta........................................................................................................ 9
5.
Koridor
di Kedhaton Keraton
Yogyakarta......................................................................10
6.
Gua
jatijajar.....................................................................................................................12
7.
Patung
Dinosaurus Gua
Jatijajar.....................................................................................14
8.
Diorama
Gua Jatijajar..................................................................................................... 15
9.
Objek
Wisata Gua
Jatijajar............................................................................................. 16
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu diantara banyak negara yang memiliki
kekayaan alam yang melimpah dan sangat indah, sehingga banyak tempat di
Indonesia yang di jadikan sebagai objek wisata. Objek wisata yang terbentuk baik
yang dibangun oleh para leluhur bangsa ini maupun yang terbentuk secara alami
akibat tenaga geologi, mampu menarik perhatian para wisatawan domestik maupun
wisatawan mancanegara.
Selain itu, Indonesia juga dikenal dengan keanekaragaman budayanya. Salah
satu kebudayaan Indonesia yang banyak
menyisakan peninggalan-peninggalan yang mengandung nilai sejarah yang dijadikan
objek wisata di Indonesia yaitu, objek wisata yang berada di Yogyakarta.
Yogyakarta banyak memiliki peninggalan-peninggalan yang bisa dijadikan objek
wisata seperti, Candi Borobudur, Candi Prambanan, Keraton Yogyakarta, Gua
Jatijajar, dan masih banyak lagi.
Tidak jarang masyarakat Indonesia memanfaatkannya sebagai sarana
rekreasi untuk mengisi waktu senggang mereka pada hari libur dan sarana
edukasi. Hal yang sama juga dilakukan oleh para siswa SMAN 1 Kabupaten
Tangerang melalui kegiatan studi wisata Yogyakarta.
Dengan adanya objek wisata berupa peninggalan sejarah tersebut, semoga
bangsa Indonesia dapat memberikan banyak keutungan, baik dari segi ekonomi
maupun dari segi pendidikan. Khususnya dalam bidang pendidikan, dengan
mengunjungi objek wisata tersebut akan menambah pengetahuan dan wawasan yang
lebih luas tentang peninggalan sejarah bangsa Indonesia. Oleh karena itu,
peninggalan sejarah tersebut perlu dilestarikan agar tetap terjaga dengan baik
untuk masa depan yang akan datang.
Hal itu yang mendorong penulis untuk membuat makalah ini yang
berjudul Laporan Hasil Studi Wisata Yogyakarta. Selain diajukan untuk
memenuhi tugas ujian sekolah.
1.2
Tujuan
Tujuan
penelitian makalah ini sebagai berikut:
1)
untuk
mendeskripsikan sejarah Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, dan Gua Jatijajar;
2)
untuk
mengetahui lokasi Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, dan Gua Jatijajar; serta
3)
untuk
mendeskripsikan struktur dan makna bangunan Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta
dan Gua Jatijajar.
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam melakukan
penelitian penulis mengunjungi beberapa objek wisata yaitu:
1)
Pantai
Parangtritis,
2)
Keraton
Yogyakarta;
3)
Candi
Prambanan;
4)
Jalan
Malioboro;
5)
Candi
Borobudur; dan
6)
Gua
Jatijajar.
Pada penyusunan makalah ini, penulis akan membatasi pembahasan
menjadi tiga objek wisata yaitu: Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, dan Gua
Jatijajar. Penulis akan membahas dari segi sejarah, lokasi, struktur dan makna bangunannya.
1.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam pembuatan
makalah ini, teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah:
1)
Observasi
Penulis mengunjungi dan mengamati secara langsung objek-objek
wisata yang akan diteliti agar mempermudah mendapatkan data-data yang
diperlukan.
2)
Interview
Penulis melakukan tanya-jawab serta mendengarkan informasi secara
langsung dari narasumber mengenai objek-objek wisata.
1)
Studi
Literatur
Penulis mencari dan mengumpulkan informasi dari berbagai jenis buku
mengenai Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, dan Gua Jatijajar, serta melalui
situs internet.
1.3 Sistematika Laporan
Sistematika
penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab, yaitu:
Bab I. Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, tujuan,
pembatasan masalah, teknik pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
Bab II.
Pembahasan, berisi pembahasan mengenai objek wisata Candi Borobudur, Keraton
Yogyakarta, dan Gua Jatijajar yang membahas tentang sejarah, lokasi, struktur
dan makna bangunannya.
Bab III.
Penutup, berisi simpulan dan saran-saran, serta bagian terakhir daftar pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Objek Wisata Candi Borobudur
Gambar 1 Candi Borobudur |
2.1.1
Sejarah Candi
Borobudur
Borobudur merupakan sebuah candi yang terletak
di Magelang, Jawa Tengah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Madhori dalam buku Candi Borobudur Sepanjang Masa, yang
menyatakan bahwa: “Candi Borobudur
terletak di desa Borobudur, kecamatan Borobudur, kabupaten Magelang,
propinsi Jawa Tengah.”
(
Madhori, 2013 : 12 )
Banyak teori yang menjelaskan asal usul nama
Candi Borobudur. Salah satunya menyatakan bahwa asal usul nama ini kemungkinan
berasal dari kata sambharabhudhara, yang artinya “gunungan” dimana pada
lereng-lerengnya terdapat teras-teras. Secara etimologi Borobudur berasal dari
ucapan “para Budha” yang karena pergeseran bunyi menjadi Borobudur. Penjelasan
lain menyatakan bahwa Borobudur berasal dari kata “bara” dan “beduhur”. Kata bara
berarti kompleks Candi atau Biara, sedangkan beduhur berarti tinggi. Candi Borobudur
dibangun oleh raja dari Dinasti Syailendra pada tahun 824 M. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Aiaz Rajasa dalam buku Candi
Borobudur, Candi Pawon & Candi Mendut (2007), yang menyatakan bahwa:
“Candi Borobudur dibangun pada abad ke–8 Masehi. Adapun Dinasti yang membangunnya adalah Dinasti
Syailendra yang menganut agama Budha Mahayana.”
Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan
pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Waktu yang diperlukan untuk
pembuatannya diperkirakan setengah abad.
Tidak
ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan
apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan
antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis
aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9.
Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun
800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa
puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa
Tengah, yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan
Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75-100 tahun lebih dan benar-benar
dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun
825.
Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah
raja yang berkuasa di Jawa kala itu beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Syailendra
diketahui sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi
melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya
beragama Hindu Siwa. Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan
Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun
732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir,
letaknya hanya 10 km (6.2 mil) sebelah timur dari Borobudur. Candi
Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan
candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan
sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya
pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun
850 M.
Gambar 1.2 Patung Candi Borobudur
menyokong dan mendanai pembangunan candi
Buddha, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara
dua wangsa kerajaan pada masa itu (wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan
wangsa Sanjaya yang memuja Siwa) yang kemudian
wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko.
Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi megah
yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa
Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra, akan
tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan
yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu pihak Syailendra juga
terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.
Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan
awal Borobudur adalah stupa tunggal yang sangat besar memahkotai puncaknya.
Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan berat ini membahayakan
tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur memutuskan untuk
membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil dan
satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan
Borobudur:
1) Tahap
pertama:
Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas bukit alami,
bagian atas bukit diratakan dan pelataran datar diperluas. Sesungguhnya
Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit, bagian bukit tanah
dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga menyerupai cangkang yang
membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi
lapis. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang
sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun
yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup struktur asli
piramida berundak.
2) Tahap
kedua:
Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar yang
diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.
1) Karmawibhangga.
Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula dirancang berupa stupa tunggal
yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar. Akan tetapi stupa
besar ini terlalu berat sehingga mendorong struktur bangunan condong bergeser
keluar. Patut diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga
tekanan pada bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga
Borobudur terancam longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk
membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya dengan
teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya
satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor maka
ditambahkan struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur ini
adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh
candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan relief
Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu.
2)
3) Tahap
keempat:
Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan
terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran
ujung kaki.
2.1.2
Lokasi Candi Borobudur
Candi Borobudur didirikan diatas sebuah bukit
pada ketinggian 265,4 m diatas pemukaan laut atau berada kurang lebih 15 m
diatas daratan disekitarnya. Candi Borobudur
terletak di desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi
Jawa Tengah, kurang lebih 41 km dari Yogyakarta, dan 80 km dari Kota Semarang,
Ibu Kota Jawa Tengah. Candi Borobudur juga dikelilingin oleh pegunungan Manoreh
disisi selatan, Gunung Merapi dan Gunung Merbabu disisi timur, serta Gunung
Sumbing dan Gunung Sindiro disisi barat laut. Di sebelah timur Candi Borobudur
juga terdapat sungai Proyo dan sungai Elo.
2.1.3
Deskripsi
Bangunan Candi Borobudur
Candi
Borobudur didirikan pada sebuah bukit seluas 7,8 ha pada ketinggian
265,4 m diatas permukaan laut atau berada kurang lebih 15 m diatas bukit
disekitarnya. Untuk menyesuaikan dengan profil candi yang akan dibangun, bukit
diuruk dengan ketebalan bervariasi antara 0,5 m–8,5 m. Bentang (ukuran) candi
yang diurug dari dinding terluar adalah 121,7 m x 121,4 m dengan tinggi bangunan
yang masih tersisa 35,4 m dari tanah halaman.
Denah candi menyerupai bujur sangkar dengan 36
sudut pada dinding teras 1, 2, dan 3 tersusun dari batu andesit denga sistem
dry masory (tanpa perekat) diperkirakan mencapai 55.000 m3 atau
2.000.000 blok batu. Untuk memperkuat konstruksi dipergunakan sambungan batu
tipe ekor burung ke arah horizontal, sedangkan untuk arah vertikal dengan
sistem getakan.
Pada masing-masing tingkat dan penjuru mata
angin terdapat pintu gerbang atau tangga. Pintu utama ada disebelah timur.
Bangunan candi Borobudur berbentuk limas berundak dan apabila dilihat dari atas
merupakan suatu bujur sangkar. Tidak ada ruangan dimana orang bisa masuk,
melainkan hanya bisa naik sampai terasnya.
Pada bagian puncak Candi Borobudur terdapat
stupa. Stupa merupakan tempat menguburkan jenazah Budha. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Karso dalam buku Ilmu
Pengetahuan Sosial Jilid 1 Kelas SLTP (1995), yang menyatakan bahwa: “Stupa
adalah tempat menguburkan jenazah Budha. Akan tetapi, bentuknya tidak seperti
stupa di India, melainkan berbentuk punden berundak, yaitu bangunan suci nenek
moyang Indonesia pada zaman megalitikum.”
Secara keseluruhan bangunan Candi Borobudur
terdiri dari 10 tingkat atau lantai yang masing-masing tingkat mempunyai maksud
tersendiri. Candi Borobudur tersusun atas tiga bagian, yaitu bagian bawah,
tubuh, dan puncak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Madhori dalam buku Candi Borobudur Sepanjang Masa, yang
menyatakan bahwa: ”Sebagai sebuah bangunan, Candi Borobudur dapat dibagi atas
tiga kaki atau bagian bawah, tubuh atau bagian pusat, dan puncak.”
Pembagian menjadi tiga tersebut sesuai dengan
tiga lambang atau tingkat dalam susunan ajaran Budha yaitu, Kamadhatu,
Rupadhatu, dan Arupudhatu yang masing-masing mempunyai pengertian, yaitu
sebagai berikut:
1)
Khamadhatu
Sama
dengan alam bawah atau dunia hasrat. Dalam dunia ini manusia terikat pada
hasrat dan bahkan dikuasai oleh hasrat dan kemauan atau nafsu. Dalam dunia ini
digambarkan pada relief yang terdapat di kaki Candi asli dimana relief tersebut
menggambarkan adegan dari kitab Karma Wibangga yaitu naskah yang menggambarkan
ajaran sebab akibat, serta perbuatan yang baik dan jahat.
2)
Rupadhatu
Sama dengan dunia antara
atau dunia rupa, bentuk, atau wujud. Dalam dunia ini manusia telah meninggalkan
segala hasrat, nafsu tetapi masih terikat pada nama dan
rupa,
wujud, bentuk. Bagian ini terdapat pada tingkat 1–5 yang berbentuk bujur
sangkar.
1)
Arupadhatu
Sama dengan
alam atas atau dunia tanpa rupa, wujud, bentuk. Pada tingkat ini manusia telas
bebas sama sekali dan telah memutuskan untuk selama–lamanya segala ikatan
kepada dunia fana. Pada tingkat ini tidak ada rupa. Bagian ini terdapat pada
teras bundar I, II, dan III beserta stupa induknya.
Gambar 1.3 Bentuk Bangunan Candi Borobudur
Uraian bangunan
secara teknis dapat dirinci sebagai berikut :
Lebar dasar : 123 m x 123 m
Tinggi
bangunan : 35,4 m
(setelah restorasi)
Jumlah batu : 2.000.000 blok batu
Jumlah stupa : 1 stupa induk dan 72 stupa berterawang
Tinggi stupa induk : 7 m
Tinggi patung Budha : 1,5 m
2.2
Objek Wisata Keraton Yogyakarta
Keraton
Yogyakarta kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta.
Sebagian kompleks di Keraton tersebut digunakan sebagai museum. Berikut pembahasan tentang sejarah, lokasi,
dan deskripsi bangunan Keraton
Yogyakarta.
2.2.1
|
Ambar Ketawang Gamping, Sleman. Lima kilometer
di sebelah barat Keraton Yogyakarta.
Pada awalnya ada beberapa versi, Keraton
Yogyakarta adalah bekas pesanggrahan yang bernama Garjitawati. Fungsi
Pesanggrahan adalah tempat peristirahatan iringan–iringan jenazah raja–raja
Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Makam Imogiri.
Sedangkan versi lain menyebutkan bahwa lokasi Keraton Yogyakarta adalah sebuah
mata air yang bernama Umbul Pacethokan, terletak di tengah hutan Beringin.
Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan
Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang
termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta
memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara),
Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan,
Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung
Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik
yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain,
Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku
adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu
pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995
Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.
2.2.1
Lokasi Keraton Yogyakarta
Kraton
Yogyakarta berlokasi di Jalan Rotowijayan 1, Daerah Istimewa Yogyakarta,
55133, Indonesia. Kraton Yogyakarta berada di sekitar 7
lintang
selatan dan 110 lintang utara. Kraton Yogyakarta berada pada
koordinat 7°48'23.6" lintang selatan dan 110°21'50.6" lintang utara. Kraton
Yogyakarta diapit oleh dua alun-alun yaitu Alun-alun Utara dan Alun-alun
Selatan. Masing-masing alun-alun berukuran kurang lebih 100 x 100 meter.
2.2.1
Deskripsi Bangunan Keraton Yogyakarta
|
Bagian-bagian
sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatan simetris.
Sebagian besar bangunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan di
sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah Kedhaton
sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada
bangunan yang menghadap ke arah yang lain.
Selain
bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton jugta memiliki bagian
yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks
Roto Wijayan, Kompleks Keraton kilen, Kompleks taman Sari, dan Kompleks Istana
Putera Mahkota mula-mula Sawojajar kemudian di nDalem Mangkubumen. Di
sekeliling Keraton dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari
tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut ada beberapa
bangunan yang terkait dengan Keraton antara lain Tugu Pal Putih, Gedhong
Krapyak, Dalem Kepatihan 9 istana Perdana Menteri dan Pasar Beringharjo.
Secara umum
setiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari
pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon
tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup
tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu. Daun
pintu terbuat dari kayu jati yang tebal.
Di
belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang
disebut Renteng atau Baturono. Pada regol tertentu penyekat ini
terdapat ornamen yang khas. Bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta lebih
terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di beberapa bagian tertentu
terlihat sentuhan dari udaya asing seperri Portugis, Belanda, bahkan Cina.
Bangunan di tiap kompleks biasanya berbentuk/berkonstruksi joglo atau
derivasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding disebut dengan
Bangsal sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). Selain itu
ada bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan betiang
bambu yang
disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan ini beratap seng dan bertiang
besi.
Permukaan atap
joglo berupa trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun seng
dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang
utama yang disebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan,
serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap
atau hitam dengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah, dan emas maupun
yang lain. Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat dari kayu memiliki warna
senada dengan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misal Manguntur
Tangkil) memiliki ornamen Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah,
Muhammad dan Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya.
Untuk batu alas
tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen warna emas. Warna
putih mendominasi dinding dengan bangunan maupun dinding pemisah kompleks.
Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai
dibuat lebih tinggi dari halaman berpasir. Pada bangunan tertentu memiliki
lantai utama yang lebih tinggi. Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan batu
persegi yang disebut Selo Gilang tempat menempatkan singgasana Sultan.
Tiap-tiap
bangunan memiliki kelas tergantng pada fungsinya termasuk kedekatannya dengan
jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakan oleh
Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail ornamen yang lebih rumit dan
indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya. Semakin rendah kelas bangunan maka
ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain
ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau
keseluruhan dari bangunan itu sendiri.
2.2
Objek Wisata Goa Jatijajar
lokasi, dan deskripsi bangunan Gua Jatijajar.
|
2.2.1
Sejarah Gua Jatijajar
Gua Jatijajar ditemukan seorang petani yang memiliki tanah di atas Gua
tersebut yang bernama K. Jayamenawi pada tahun
1802, diberi nama Jatijajar karena waktu ditemukan dimuka pintu goa dahulu ada
dua pohon jati yang sedang tumbuh sejajar. Pada suatu ketika Jayamenawi sedang mengambil
rumput, kemudian jatuh kesebuah lobang, ternyata lobang itu adalah sebuah
lobang ventilasi yang ada di langit-langit Gua tersebut. Lobang ini mempunyai
garis tengah 4 meter dan tinggi dari tanah yang berada dibawahnya 24 meter.
Pada mulanya pintu-pintu Gua masih tertutup
oleh tanah. Maka setelah tanah yang menutupi dibongkar dan dibuang, ketemulah
pintu Gua yang sekarang untuk masuk. Karena di muka pintu Gua ada 2 pohon jati
yang besar tumbuh sejajar, maka gua tersebut diberi nama Gua Jatijajar
Sebelum Gua Jatijajar dikembangkan menjadi objek wisata, Gua Jatijajar dimanfaatkan untuk bersemedi, mandi, serta untuk mengambil air untuk
dibawa pulang.
Sungai atau sendang dibawah tanah di Gua Jatijajar yaitu sungai Pusar
Bumi dan Jombor yang tampaknya masih alami dan gelap, serta memiliki mitos
dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan menurut kepercayaan masing-masing.
Sungai mawar mitosnya jika air digunakan untuk mandi atau sekedar mencuci muka,
maka bisa awet muda. Sungai kantil, jika airnya digunakan untuk mencuci muka
maka cita-citanya akan mudah tercapai.
Pada masa penjajahan Belanda, Gua Jatijajar
digunakan sebagai tempat rekreasi yang
dibuktikan dengan tulisan-tulisan nama pengunjung orang Belanda di
dinding-dinding goa. Sedangkan pada masa penjajahan Jepang, Gua Jatijajar
digunakan untuk pertambangan batu Fosfat.
Pada tahun 1975 Gua Jatijajar mulai dibangun
dan dikembangkan menjadi Objek Wisata. Adapun yang mempunyai ide untuk
mengembangkan atau membangun Gua Jatijajar yaitu Bapak Suparjo Rustam sewaktu
menjadi Gubernur Jawa Tengah. Sedang pada waktu itu yang menjadi Bupati Kebumen
adalah Bapak Supeno Suryodiprojo.
Untuk melancarkan dan
melaksanakan pengembangan Gua Jatijajar ditunjuk langsung oleh Bapak Suparjo
Rustam cv.AIS dari Yogyakarta, sebagai pimpinan dari cv.AIS adalah Bapak
Saptoto, seorang seniman deorama yang terkenal di Indonesia. Sebelum Pemda
Kebumen melaksanakan pembagunan Gua Jatijajar, terlebih dahulu
Pemda Kebumen telah mengganti rugi tanah
penduduk yang terkena lokasi pembangunan Objek Wisata Gua Jatijajar Seluas 5,5
hektar.
Setelah Gua Jatijajar dibangun maka
pengelolanya dikelola oleh Pemda Kebumen. Sejak Gua Jatijajar dibangun, di
dalam Gua Jatijajar sudah ditambah dengan bangunan-bangunan seni antara lain:
pemasangan lampu listrik sebagai penerangan, trap-trap beton untuk memberikan
kemudahan bagi para wisatawan yang masuk ke dalam Gua Jatijajar serta
pemasangan patung-patung atau diorama.
2.2.1
Lokasi Gua Jatijajar
Lokasi wisata Gua Jatijajar terletak 21 Km
sebelah barat daya kecamatan Gombong, Kebumen, Jawa Tengah. Perlu diketahui bahwa pada zaman dahulu sebagian dari wilayah
kabupatem Kebumen adalah termasuk ke wilayah Kadipaten Pasir Luhur yang
merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Padjajaran, pusat pemerintahannya di Bogar
(Batu Tulis), Jawa Barat. Untuk menuju ke objek wisata ini telah tersedia
sarana dan prasarana transportasi, penginapan serta rumah makan yang relative
representatif.
2.2.2
Deskripsi Bangunan Gua Jatijajar
Gua Jatijajar mempunyai panjang dari pintu masuk ke pintu keluar sepanjang
250 m. lebar rata-rata 15 m dan tinggi rata-rata 12 m. Sedangkan ketebalan
langit-langit rata-rata 10 m dan ketinggian permukaan laut 50 m.
Di dalam Gua Jatijajar banyak terdapat Stalagmit dan juga Pilar atau Tiang Kapur, yaitu
pertemuan antara Stalagtit dengan Stalagmit. Kesemuanya ini terbentuk
dari endapan tetesan air hujan yang sudah bereaksi dengan batu-batu kapur yang
ditembusnya. Menurut penelitian para ahli, untuk pembentukan Stalagtit itu
membutuhkan waktu yang sangat lama. Dalam satu tahun terbentuknya Stalagtit
paling tebal hanya setebal 1 (satu) cm saja. Oleh sebab itu Gua Jatijajar
merupakan gua Kapur yang sudah tua sekali.
Gambar 1.7 Patung Dinosaurus Gua Jatijajar
2)
Karena tekanan endogen dari dalam bumi; dan
1)
Karena abrasi air laut (hal ini terjadi khusus
pada gua pantai).
Gambar 1.8 Diorama Gua Jatijajar
|
Batu-batuan
yang ada di Gua Jatijajar merupakan batuan yang sudah tua sekali. Karena umur
yang sudah tua sekali itu, maka di muka Gua Jatijajar dibangun sebuah patung
Binatang Purba Dinosaurus sebagai simbol dari Objek Wisata Gua Jatijajar, dari
mulut patung itu keluar air dari Sendang Kantil dan sendang Mawar, yang
sepanjang tahun belum pernah kering. Sedangkan air yang keluar dari patung
Dinosaurus tersebut dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebagai pengairan sawah
desa Jatijajar dan sekitarnya.
Perlu diketahui bahwa zaman dahulu sebagian
dari wilayah Kabupaten Kebumen, adalah termasuk wilayah kekuasaan Pajajaran,
yang pusat pemerintahannya di Bogor (Batutulis) Jawa Barat.
Adapun batasnya yaitu Kali Lukulo dari
Kabupaten Kebumen sebelah Timur Kali Lukulo masuk ke wilayah Kerajaan
Mojopahit, sedangkan sebelah barat Kali Lukulo masuk wilayah Kerajaan
Pajajaran. Sedangkan cerita itu terjadinya di kabupaten Pasir Luhur, yaitu
daerah Baturaden atau Purwokerto pada abad ke-14. Namun keseluruhan dioramanya
dipasang di dalam Gua Jatijajar.
Di dalam Gua Jatijajar terdapat tujuh sungai
atau sendang, tetapi yang dapat dicapai dengan mudah hanya empat sungai yaitu:
Sungai Puser Bumi, Sungai Jombor, Sungai Mawar, dan Sungai Kantil.
Tiap-tiap sungai atau
sendang mempunyai mitos, yaitu untuk sungai Puser Bumi dan Jombor, konon airnya
mempunyai khasiat dapat digunakan untuk segala macam tujuan menurut kepercayaan
masing-masing. Sedangkan sungai Mawar, konon artinya jika untuk mandi atau cuci
muka, mempunyai khasiat awet muda. Kemudian sungai
Kantil, jika airnya untuk mandi atau cuci muka
maka niatnya atau cita-citanya mudah tercapai. Pada saat ini yang telah di
bangun baru Sendang Mawar dan Sendang Kantil, sedangkan Sendang Puser Bumi dan Sendang Jombor masih
alami.
Gambar 1.8 Obyek Wisata Gua Jatijajar
Letak : Desa Jatijajar, Kabupaten Kebumen
Jarak : 42 Km dari kota kebumen
Keadaan Tanah : tanah kapur atau Kars
Ketinggian : 50 m diatas permukaan laut
Panjang Goa : 250 m
Lebar rata-rata : 15 m
Tinggi rata-rata : 12 m
Suhu udara : 20 - 32 0C
Kelembaban : 60 %
Jenis Batuan :
batu kapur, fosfat, cadas, dan batu kaisit
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Yogyakarta
memiliki objek-objek wisata yang menarik untuk ditelusuri dan juga memiliki ciri khas dan daya tarik yang
berbeda-beda. Namun, semua kelebihan itu tidak luput dari kekurangan, meskipun
semua kekurangan tersebut mampu ditutupi oleh kelebihan yang dimiliki objek
tersebut.
Candi Borobudur
merupakan warisan budaya yang memiliki nilai sejarah yang tinggi. Candi ini
terletak di desa Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Candi ini
terkenal karena arsitektur bangunannya yang megah dan mencirikan agama Buddha.
Candi Borobudur dibangun sekitar tahun 800 M.
Keraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 Masehi
(beberapa bulan setelah Perjanjian Giyanti yang dilaksanakan pada 13 Februari
1755) atau tahun Jawa 1682 oleh Pangeran Mangkubumi Sukowati yang memiliki
gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Bangunan Keraton membentang dari utara ke
selatan. Halaman depan dari Keraton disebut alun-alun utara dan halaman
belakang disebut alun-alun selatan. Desain bangunan ini menunjukkan bahwa Keraton,
Tugu dan Gunung Merapi berada dalam satu garis/poros yang dipercaya sebagai hal
yang keramat.
Gua Jatijajar
ditemukan oleh K. Jayamenawi pada tahun 1802. Goa Jatijajar mempunyai panjang dari pintu masuk ke pintu keluar sepanjang
250 m. lebar rata-rata 15 m dan tinggi rata-rata 12 m. Sedangkan ketebalan
langit-langit rata-rata 10 m. Gua Jatijajar terletak di Kebumen, Jawa Tengah.
3.2
Saran-saran
Berdasarkan
hasil kunjungan dan pengamatan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
beberapa objek wisata yang ada di wilayah Yogyakarta seperti Candi Borobudur
perlu dikembangkan dan dilestarikan. Banyak candi–candi yang berada di wilayah
tersebut rusak. Oleh karena itu, sebaiknya proses perenovasian segera
dilakukan.
Candi Borobudur
walaupun keadaan bangunannya lebih terlihat kokoh, namun bila dilihat secara
spesifik banyak sekali bagian bagian candi yang tidak pada tempatnya, sebaiknya
dilakukan perbaikan kembali terhadap candi–candi yang runtuh.
Keraton Yogyakarta juga merupakan salah satu objek wisata
yang menarik dan unik tetapi tidak banyak kegiatan tradisional yang
diperlihatkan didalam Keraton tersebut sehingga menimbulkan kesan bosan,
sebaiknya lebih diperlihatkan lagi mengenai kegiatan-kegiatan dalam Keraton
agar lebih menonjol, sehingga pengunjung lebih mengerti dan paham tentang
kegiatan yang ada didalam Keraton tersebut.
Sementara itu
Gua Jatijajar tidak terdapat kerusakan dan keruntuhan pada dinding dan sekitar
Gua. Akan tetapi, tingkat kebersihan dan keamanan di Gua Jatijajar sangatlah
kurang. Jadi, mohon untuk ditingkatkan kebersihan dan keamanan pada objek
wisata tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Badudu
J.S. dan Sultan Moh. Zain 1996. Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Fais, Ali. 2003. IPS 2 Kelas 4 SD. Klaten: Intan Pariwara
Karso. 1995. Ilmu Pengetahuan Sosial Jilid 1 Kelas 1 SLTP. Bandung: Angkasa.
Madhori. Candi
Borobudur Sepanjang Masa. Jawa Tengah: PT Taman Wisata Candi.
Rajasa, Aiaz. 2007. Candi Borobudur Candi Pawon & Candi Mendut. Percetakan Kupu.
Unit Taman Wisata Candi Prambanan. Kompleks Percandian Prambanan (Loro
Jonggrang) dan candi – candi sekitarnya. Tlogo Prambanan: PT Taman Wisata
Candi.
Candi Borobudur. Tlogo
Prambanan: PT Taman Wisata Candi.
Rusmin. 1991. Goa Jatijajar.
Kebumen: Dinas Perhubungan dan Kepariwisataan
Staf Ensiklopedia Nasional Indonesia. 1989. Ensiklopedia Nasional Indonesia.
Jakarta: Cipta Adi Pustaka
Syukur, Abdul. 2005. Ensiklopedia
Umum Untuk Pelajar. Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve
Wardiyatmoko, K. 2004. Biografi SMA Kelas 1. Jakarta:
Erlangga
Sumber Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Borobudur,
halaman
ini terakhir diubah pada 12.15, 18 Januari 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat,
halaman ini terakhir diubah pada 12.27, 18 Januari 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Gua_Jatijajar,
halaman
ini terakhir diubah pada 12.43, 18 Januari 2014.
titanium cost calculator - TITNIA STOCK - ITIAN BIEN BANK
ReplyDeleteTITNIA STOCK is an open world, innovative ford titanium ecosport and modern micro hair trimmer casino product. It's remmington titanium the most complete casino games. babylisspro nano titanium There are titanium glasses over 100 different